“Hai orang yang beriman diwajibkan kepadamu untuk berperang, walaupun hatimu tidak menyukainya.” Satu perintah Allah Tuhan Yang Berkuasa Atas Segala Sesuatu tersebut diatas sebenarnya mempunyai makna yang sangat dalam, bukan saja dalam pengertian perang fisik sebagaimana yang terjadi ketika orangtua kita dahulu berperang melawan penjajah Belanda, akan tetapi juga mempunyai pengertian perang didalam diri kita sendiri. Dan hal ini dikatakan oleh pemimpin kita sebagai suatu peperangan yang besar, perang melawan hawa dan nafsu yang ada didalam diri kita sendiri.
Peperangan melawan diri sendiri merupakan peperangan yang sangat mendasar bagi kehidupan seorang anak manusia di hadapan Tuhan-nya. Dalam falsafah Hindu pernah ada lakon Baratayudha, yaitu peperangan antara Kurawa dan Pandawa, antara kebatilan dan kebenaran yang sesungguhnya terjadi pada diri seseorang. Jangankan satria biasa, Arjuna yang digelari Lelananging Jagad saja hampir tidak sanggup untuk melakukan peperangan ini bila tidak ada Sang Bathara Wishnu yang memandu dan memberikan wawasan secara panjang lebar sebagaimana terdapat dalam kitab Bhagawat Gita.
“Hai Arjuna, darimana datangnya perasaan yang melemahkan jiwa dan waktu keadaan sulit ini? Perasaan begini tak dikenal oleh orang orang yang mulia, karena hal ini tidak akan memberikan jalan ke Surga dan hanya menyebabkan penghinaan. Janganlah dikalahkan oleh sifat yang tak patut dianut oleh seorang laki-laki, karena sifat itu tak pantas bagimu.” Dengan petunjuk dan pertolongan Sang Pencipta, maka berhasillah Arjuna melaksanakan tugas sucinya untuk menjadi laki laki sejati.
Demikian pula dengan Raden Gunawan Wibisono yang mendapat petunjuk dari Shri Rama, bahwa kepentingan untuk menerima kebenaran adalah lebih besar daripada mempertahankan kepentingan pribadi dan keluarga. Akhirnya dia harus rela dikatakan sebagai pengkhianat kerajaan Alengka daripada menolak kebenaran yang dibawa oleh Shri Rama.
Didalam al-kitab, Allah menyatakan dengan tegas melalui nabi Yesaya tentang puasa yang dikehendaki Tuhan Pencipta Langit dan Bumi. “Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk. Supaya engkau memecah-mecah kan rotimu kepada orang yang lapar dan membawa kerumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang yang telanjang supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri.”
Sesungguhnya ajaran-ajaran tersebut perlu difikirkan. Demikian pula, sebagai bangsa Indonesia yang telah merdeka pada 17 Agustus 1945, seharusnya kita semua dapat merasakan bahwa kita sudah merdeka dalam arti merdeka yang betul betul merdeka. Merdeka dari segala ketakutan, penindasan dan perlakuan tidak adil dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Merdeka untuk mengeluarkan pendapat, merdeka untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, serta merdeka untuk menyalurkan aspirasi yang berkembang di masyarakat sesuai dengan peratutan perundang undangan yang berlaku.
Dengan berbekal kemerdekaan dengan mengedepankan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi maupun golongan, maka kita akan dapat mengalahkan segala bentuk ketidakadilan dan ketidakbenaran. Kita hilangkan semua perasaan golongan, partai dan hal hal yang ingin memecahbelah semangat persatuan.
Kemudian hal itu berlalu dan kita sebagai arek Malang yang dilahirkan di Malang harus menerima kenyataan untuk membayar mahal ketika memasukan anak anak kita kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Para penguasa dunia pendidikan seakan tidak melihat dan mempertimbangkan bahwa tidak semua arek Malang mampu dan kaya. Arek arek Malang kehilangan sekolah kebanggaan mereka yang terletak di alun alun bunder dekat balaikota.
Oleh karena itu mari kita terima kebenaran dengan semangat salam satu jiwa! Kita bina bersama pendidikan di Malang dengan membersihkan diri dan mensucikan hati, menjadikan SMA Tugu sebagai sekolah milik arek malang semuanya. Miskin dan kaya bukan ukuran untuk diterima, tetapi bersihnya diri dan sucinya hati merupakan idaman kita semua guna mewujudkan cita cita para pendiri bangsa dan negeri ini. Merdeka !