Era reformasi yang berimbas pada pelaksanaan demokrasi telah menimbulkan ekses postif dan negatif di Indonesia, dimana salah satu ekses negatif yang dapat kita lihat adalah tidak adanya kerukunan sosial yang sebenarnya telah menjadi jatidiri bangsa ini sejak zaman dahulu kala. Kehidupan sosial yang penuh keguyupan menandakan adanya kerukunan sosial tanpa ada program khusus yang dilakukan oleh para penguasa dijaman dahulu, semuanya terjadi demikian saja. Orang bilang hal itu merupakan fithrah bangsa Indonesia yang dikenal cinta damai. Akan tetapi kini semuanya sedikit demi sedikit telah memudar, hal ini dapat ditandai dengan terjadinya tawuran antar pelajar, tawuran antar kampung, tawuran antar pemeluk agama dan lain lain. Tak satupun konsep program pemerintah yang dapat meredam atau memadamkan gejolak yang terjadi pada anak bangsa, kecuali program untuk mengendalikan semata. Oleh karena itu, bagi pemimpin dan pejabat negara yang betul betul beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat perlu untuk meneliti kembali ajaran atau resep “kuno” yang diharap menjadi peredam gejolak sosial dewasa ini dengan cara kembali kepada ajaran ilahi,
Mungkin tidak banyak orang mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Tuhan Pencipta Langit dan Bumi yang Maha Pengasih dan Penyayang telah menciptakan konsep kerukunan sosial dalam arti sesungguhnya dengan cara yang sangat sederhana, tanpa konsep yang muluk muluk dan memerlukan adanya diskusi panjang sebelum pelaksanaan. Cukup dibaca, direnungkan kemudian dilaksanakan secara pribadi dengan bersungguh-sungguh dengan jiwa penuh keikhlasan tanpa perlu publikasi secara besar besaran. Kemudian lihat hasilnya ……………!
Konsep Allah Tuhan Pencipta Langit dan Bumi dalam menciptakan Kerukunan Sosial tersebut tertuang dalam Al Quranul Karim Surah An Nur ayat 61 yang berbunyi :
“ Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian. Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. “
Konsep Allah tersebut apabila difahami secara komprehensif, maka dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :
Pertama adalah subyeknya yaitu pelaku atau pelaksana firman Allah adalah orang buta, orang pincang, orang sakit dan kita sendiri.
Kedua adalah obyek yaitu tindakan atau kegiatan yang harus dilaksanakan oleh pelaksana firman Allah yaitu makan.
Ketiga adalah keterangan tempat yaitu tempat dimana pelaksana firman Allah akan melakukan tindakan atau kegiatan yaitu dirumah kita sendiri, dirumah bapak kita, dirumah ibu kita, dirumah saudara laki laki kita, dirumah saudara perempuan kita, dirumah saudara laki laki bapak kita, dirumah saudara perempuan bapak kita, dirumah saudara laki laki ibu kita, dirumah saudara perempuan ibu kita, dirumah yang dipercayakan kepada kita atau dirumah kawan kawan kita.
Keempat adalah cara melaksanakan firman Allah yaitu bisa dilakukan secara bersama sama atau sendiri sendiri.
Kelima adalah persyaratan bagi pelaku atau pelaksana firman Allah yaitu mengucapkan salam yang ditetapkan dari sisi Allah yang diberi berkat lagi baik bagi para penghuni rumah yang dituju.
Sebagai contoh misalnya ada orang buta atau orang pincang atau orang sakit atau saudara kita atau kawan kita yang datang kerumah kita dengan mengucapkan “assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barokatuhu.” dan menyatakan maksud kedatangannya mau makan dirumah kita.
Apakah yang akan kita perbuat ? Mampukah kita menolaknya ?
Tentu yang akan kita perbuat adalah memberi kesempatan untuk mendapatkan makanan dengan cara makan bersama sama kita atau membiarkan mereka untuk makan sendiri.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hasil dan apa yang akan diberikan Allah kepada para pemberi makanan tersebut dapat dirasakan sendiri olehnya sesuai dengan niat dan keikhlasannya memberikan makanan tersebut, karena sesungguhnya Allah akan memberikan balasan sebagaimana apa yang kita perbuat.
Mudah mudahan semua uraian diatas dapat bermanfaat bagi kita sekalian.