Beberapa bulan terakhir ini, secara terus menerus publik tengah digegerkan oleh berita berita tentang kasus korupsi yang diindikasikan melibatkan badan anggaran (banggar) DPR RI dimana kasus ini sering diberi istilah MAFIA ANGGARAN. Berbagai media cetak, media elektronik maupun Televisi hampir setiap hari tidak lupa untuk menyuguhkan kasus yang terjadi pada Pemerintah Pusat, sebagaimana yang terjadi dengan Nazarudin mantan Bendahara Partai Demokrat yang kini menjadi terdakwa. Opini publik yang telah diciptakan oleh media tingkat nasional yang sangat fantastis ini hampir membuat publik di daerah terlena dan lupa untuk memantau perkembangan yang terjadi di daerahnya masing-masing.
Namun ketika terjadi penangkapan kasus suap terhadap anggota DPRD dan sekeretaris daerah oleh KPK di Semarang beberapa waktu yang lalu, perhatian publik kembali ingin memantau semua kegiatan pemerintahan yang terjadi di daerahnya masing masing. Kegiatan pemantauan terhadap kinerja pemerintah daerah yang terhambat dengan diputusnya akses masyarakat untuk memperoleh data Hasil Pemeriksaan BPK beberapa waktu yang lalu, kembali bergairah lagi. Dan ternyata mafia anggaran tidak hanya ada pada pemerintah pusat, akan tetapi pada pemerintah daerahpun bisa tumbuh dengan suburnya tanpa tersentuh oleh aparat penegak hukum.
Di Kabupaten Malang misalnya, MAFIA ANGGARAN dapat dikatakan sudah lama terjadi. Hal ini dapat diketahui dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan RI atas Laporan Keuangan Kabupaten Malang Tahun Anggaran 2004.
Dalam rangka pembahasan RAPBD Kabupaten Malang yang dilakukan antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan Panitia Anggaran DPRD masih dijumpai adanya permintaan sejumlah dana dari Panitia Anggaran DPRD Kabupaten Malang kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan tujuan untuk memperlancar proses pembahasan Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) dan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK). Terkadang oleh karena SKPD tersebut tidak mempunyai cukup dana, maka terpaksa harus meminjam kepada pihak ketiga www.caribemagazine.nl/.
Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dimana pasal 10 ayat (3) menyatakan “Bahwa setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban/APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut”.
Praktek praktek yang kurang terpuji tersebut ternyata masih tumbuh subur sampai dengan tahun 2008. Hal ini dapat dilihat Hasil Pemeriksaan BPK Tahun Angaran 2007 dan 2008, akan tetapi lebih diperhalus dengan mengkondisikan adanya biaya rapat kerja, bantuan transportasi dan lain lain. Biasanya biaya konsumsi rapat kerja dan bantuan transportasi tersebut dibayarkan dan diterima tunai oleh Sekretariat DPRD Kabupaten Malang.
Sayang, saat ini Badan Pemeriksa Keuangan telah menutup akses masyarakat untuk memperoleh dengan mengunduh data Hasil Pemeriksaan, sehingga sejak pelaksanaan Tahun Anggaran 2009 sampai dengan hari ini masyarakat Kabupaten Malang tidak bisa lagi mengetahui masih adakah praktek MAFIA ANGGARAN di daerahnya.
Hanya ada satu harapan yang tak akan padam untuk selama-lamanya, semoga praktek MAFIA ANGGARAN di Kabupaten Malang berhenti dan jerah setelah terbongkarnya kasus-kasus pada Pemerintah Pusat. (Pemimpin Redaksi)