Pada abad yang mutakhir ini banyak kita dapati beberapa ajaran keTuhanan yang telah tumbuh dengan suburnya, satu dengan yang lain seolah-olah berlomba untuk mencari anggota. Seperti ramainya perdagangan yang sedang berjalan maka ramai pulalah kegiatan promosi daripada pengambilan pengaruh di dalam menyebarkan agama atau kepercayaan yang ada. Keadaan seperti ini sebenarnya sudah sejak dahulu kala, namun dengan adanya perubahan situasi dan kondisi, maka cara atau metode yang dipakai juga akan mengalami peningkatan. Segala upaya dikerahkan untuk mendapatkan suatu cara atau metode yang paling tepat dan memenuhi sasaran serta berhasil dengan maksimal.
Kegiatan-kegiatan semacam seminar, rapat kerja, sarasehan, panel diskusi dan semacamnya merupakan sarana untuk menciptakan cara atau metode yang akan digunakan. Dengan kegiatan-kegiatan semacam itu diharapkan agar tercapai hasil yang sedemikian tepatnya, sehingga dalam pelaksanaannya tidak banyak mengalami kesulitan. Namun demikian, kenyataan akan berbicara lain dengan apa yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Bukanlah suatu persaingan sempurna yang dihadapi, akan tetapi ketegangan dan kontradiksi yang tajam selalu menjadi kenyataan yang harus dihadapi. Kadang-kadang hal ini akan berekor dengan pertentangan atau semacam konfrontasi, kadang-kadang pula akan membawa akibat pertumpahan darah. Semuanya berpegang pada prinsip-prinsip yang telah menjadi dogma yang harus dilaksanakan, sedangkan masing-masing dari kelompok ajaran akan merasa bahwa yang dilaksanakan adalah sudah benar.
Kegiatan penyampaian berita kebenaran dari berbagai pihak ajaran itu seharusnya akan membawa akibat semakin baiknya perilaku kehidupan masyarakat, namun sebaliknya perilaku kehidupan masyarakat sering terombang-ambing oleh pengaruh kegiatan tersebut, sehingga tidak jarang bahkan dapat disebut sering kegiatan penyampaian berita kebenaran ini membikin keresahan di dalam masyarakat. Karena keresahan yang timbul semakin lama semakin meningkat, maka hal ini menyebabkan sebagian besar masyarakat menjadi apriori terhadap ajaran kebenaran yang sebenarnya harus menjadi ideologinya. Agama atau ajaran kepercayaan hanya dianggap sebagai persoalan yang kecil artinya di dalam kehidupan ini, lebih drastis lagi ada yang menganggap sebagai suatu formalitas belaka. Formalitas yang tidak memerlukan suatu tanggapan yang serius, formalitas yang dilangggar pun tidak akan membawa pengaruh di dalam hidup dan kehidupan ini. Keadaan seperti ini semakin berlarut-larut terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa semakin lama akan semakin pudar, namun yang tinggal hanyalah berupa kegiatan-kegiatan ritualnya yang dilaksanakan untuk memenuhi syarat-syarat formalitas saja.
Bertitik tolak dari hal-hal tersebut serta adanya cita-cita untuk menegakkan kebenaran akan ajaran agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merangsang untuk mencoba menjernihkan suasana yang semakin simpang siur dalam arti menggali kembali ajaran kebenaran secara keharusan dan bukan sepantasnya. Bukan ketegangan dan konfrontasi yang diharapkan akan tetapi persatuan di dalam kehidupan beragama secara konsekwen.
Di dalam kehidupan beragama tanpa melihat atau mementingkan kebenaran dari agama itu sendiri sendiri, tetapi dilihat dari pandangan manusianya terhadap ajaran agama, maka dapat dikatakan bahwa manusia pada dasarnya secra kodrati terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu :
Manusia yang percaya akan kebenaran ajaran agama dengan segala konsekwensinya (orang beriman).
Manusia yang tidak percaya akan kebenaran ajaran agama (orang kafir).
Manusia yang bertindak seolah olah percaya kepada kebenaran ajaran agama, namun segan untuk memikul segala konsekwensinya (orang munafik).
Dalam pembahasan ini tentunya akan dititik beratkan pada golongan atau kelompok pertama, yaitu orang orang yang percaya akan kebenaran ajaran agama. Sedangkan bagi yang tidak termasuk kelompok ini dapat mengambil bagiannya pada 2 (dua) kelompok lainnya.Semuanya tentu sependapat dengan rumusan yang sederhana ini, tetapi bagi mereka yang yang kurang sependapat atau tidak sependapat dapat saja mengemukakan pendapatnya.
Didalam ajaran agama apapun demikian pula dengan ajaran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, ada 2 prinsip dasar yang harus diyakini secara bulat, yaitu :
Prinsip pertama, yaitu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.Dalam hal ini bukanlah asal percaya saja, akan tetapi dituntut pula untuk menyembah atau berbakti kepada-Nya.
Prinsip Kedua, berkasih sayang terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini bukan kasih sayang dalam arti formil saja, akan tetapi lebih dalam lagi yaitu berkasih sayang dengan sesama makhluk karena merasa senasib sepenanggungan. Lain daripada itu hal ini merupakan salah satu ciri ciri dari pada orang yang berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kedua prinsip dasar tersebut selain harus diyakini kebenarannya juga harus secara konsekwen dilaksanakan didalam hidup dan kehidupan ini. Sebagai tolok ukur daripada pelaksanaan kedua prinsip tadi adalah ketulusan atau keikhlasan para pelaksana ajaran agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, ketulusan dan keikhlasan yang semata-mata dilaksanakan untuk berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada masa yang serba computer ini, seringkali manusia meninggalkan sifat tulus ikhlas yang merupakan sifat dasar yang harus dipunyai oleh orang orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perhitungan-2 ilmiah serta teori-2 modern yang sebenarnya harus digunakan untuk melaksanakan prinsip kehidupan yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya semakin digunakan sebagai salah satu faktor untuk menghapuskan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sifat tulus ikhlas karena ingin berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan sifat dasar bangsa di kepulauan Nusantara ini, ternoda oleh rasionalisasi akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menyebabkan banyak kalangan masyarakat yang beragama atau menganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menjadi bingung, bimbang dan ragu-2 akan ketinggian daripada sifat tulus ikhlas dibandingkan dengan rasionalisasi yang timbul. Rasionalisasi ini akan membawa kelompok orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa kepada kelompok yang lain, apakah itu kelompok yang tidak percaya atau kelompok yang munafik.
Dengan tetap berpegang teguh pada kedua prinsip dasar yaitu berbakti kepada Tuhan dan saling berkasih sayang secara tulus ikhlas akan memperkuat kedudukan pada kelompok orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ke-Esa-an dan kekuasaan Tuhan telah menjadikan manusia menjadi bermacam-macam jenis dan kebangsaan serta agama (kepercayaan)-nya, namun hal ini tidaklah berarti Tuhan mencerai beraikan manusia. Dengan berjenis-jenis dalam keanekaragaman yang dipunyai manusia baik dalam kesukuan, kebangsaan atau kepercayaan akan semakin menjadikan seni dan keindahan apabila dapat mengeterapkan kedua prinsip dasar secara tulus ikhlas di dalam aneka ragam variasi kehidupan ini. Tolong menolong, kunjung-mengunjungi dan segala macam kegiatan yang dilaksanakan dalam kehidupan yang banyak bervariasi ini akan membawa manusia semakin kokoh penempatannya di kelompok orang-orang yang percaya kepada Tuhan.
Akan tetapi hal yang demikian ini tidak akan tercapai bilamana sifat dasar masih harus diberikan syarat-syarat lagi yang bersifat rasionil maupun tradisionil yang diada-adakan. Semuanya harus tetap berpegang teguh pada tali yang kuat yaitu tetap tulus ikhlas dalam kebaktian kepada Tuhan dan berkasih sayang antar sesama makhluk. Sejarah telah mencatat, bagaimana tulus ikhlasnya Muhammad membawa dan menegakkan kalimah Tuhan Yang Maha Esa. Al Qur’an dan beberapa catatan sejarah Muhammad dapat memberikan jawaban secara tegas. Jesus dari Nazareth berjuang tanpa mengenal lelah dan mengharapkan upah dalam menegakkan kalimah Tuhan Yang Maha Esa. Injil akan menceritakan bagaimana ketulus-ikhlasan daripada Jesus ini. Demikian pula dengan Sidharta Gautama yang dengan rela meninggalkan singgasana kerajaannya dalam mengobarkkan semangat ke-Tuhan-an Yang Maha Esa, dan masih banyak lagi catatan sejarah atas kebesaran manusia dalam membawa kalimat tauhid atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan penuh kasih sayang.
Namun demikian, sejarah mencatat pula bahwa baik Muhammad, Jesus, Sidharta Gautama dan lain-lainnya selalu mendapatkan tantangan yang negatif dari berbagai pihak. Umumnya tantangan ini datang dari kelompok orang-orang yang tidak percaya dan juga kelompok yang munafik. Pertentangan, konfrontasi dan peperangan tidak dapat dihindari semuanya mengalami periode yang kurang berkenan di hati masing-masing, walaupun tidak semuanya mencapai akhir yang bahagia.
Bangsa Indonesia yang sudah terkenal kebesarannya sejak dahulu kala dengan beberapa sebutan yang menggemparkan dunia antara lain Singhasari, Majapahit, Sriwijaya dan sebagainya. Masa penjajahan dari bangsa Eropa sedikit banyak juga telah mempengaruhi pula kehidupan bangsa. Kemudian dengan segala kemampuan yang ada, berhasillah bangsa Indonesia memerdekakan diri dari penjajahan. Tidak ada lain yang dapat kita sebut sebagai faktor yang menentukan kemerdekaan tersebut kecuali persatuan. Persatuan dengan mengesampingkan kepentingan individu merupakan kekuatan yang sangat besar. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa dengan persatuan kita merdeka, demikian pula dengan kehidupan beragama di bumi Nusantara ini.
Kehidupan beragama di bumi Nusantara ini semakin lama semakin terasa kurang kokoh. Perilaku kehidupan masyarakat semakin tidak menunjukkan rasa keagamaan yang tinggi. Rasionalisasi semakin menjajah dan mempengaruhi kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, demikian pula dengan kemajuan teknologi dan perkembangan Ilmu Pengetahuan. Berdasarkan analisa catatan sejarah dan prinsip dasar dalam menjalankan kehidupan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa secara konsekwen, maka sangat diperlukan adanya suatu langkah bersama dalam memerangi dan menghancurkan hal-hal yang menjajah dan menodai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suatu wadah yang dapat menampung kepentingan ini haruslah dicari dan diciptakan untuk mempercepat proses tercapainya kehidupan beragama yang hakiki. Persatuan dalam kehidupan beragama adalah merupakan satu-satunya wadah yang paling tepat untuk merealisirnya, akan tetapi sayangnya hal ini masih merupakan suatu hal yang ideal yang perlu dicapai.
Bagi kelompok yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa secara konsekwen hal ini bukanlah hal yang sulit untuk diciptakan, karena di dalam semua isi ajaran agama yang ada tidak satupun yang menentangnya secara prinsip. Akan tetapi bilamana hal-hal yang prinsipil di dalam kehidupan beragama yang dipakai sebagai pendekatan, maka kegagalan yang akan ditemui. Beberapa langkah yang mungkin dapat menjernihkan segala persoalan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut: Prinsip dasar kehidupan beragama harus dipegang teguh, diyakini dan dilaksanakan. Hal hal yang kurang prinsip dalam kehidupan beragama hendaknya segera dihilangkan, mengingat hal hal ini kadang kadang akan merupakan sebuah bumerang. Kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin membawa peningkatan rasionalisasi hendaknya dapat ditekan dan diarahkan menuju tercapainya cita cita semula yaitu semata-mata digunakan untuk meningkatkan dan memperkokoh kehidupan beragama.
Mempelajari kembali ajaran agama masing masing secara tuntas kemudian dicocokkan dengan keadaan menurut kenyataan. Hal ini akan lebih mempercepat proses pemurnian ajaran agama dalam pengetrapannya dan juga memperkokoh kedudukan pada kelompok orang orang yang percaya. Memohon pertolongan dan bantuan serta ampunan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala petunjuk-Nya dalam hal ini. Dengan kesadaran dan martabat yang tinggi serta adanya rasa tulus ikhlas akan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat diyakinkan bahwa semuanya akan membawa hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Bersatu dalam kehidupan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa akan menghantarkan kepada tingkat manusia yang sempurna, yaitu yang selalu berjalan di dalam kelompok orang-orang yang percaya. Tulus ikhlas dan konsekwen merupakan modal dasar yang paling jitu.
Dari beberapa hal yang telah diuraikan diatas, setelah diadakan pelaksanaan secara individuil sebelum menuju ke tingkat persatuan dalam kehidupan beragama, maka anda akan yakin bahwa PANCASILA adalah merupakan suatu wadah yang dicari dan diupayakan untuk diciptakan.
Pelaksanaan Pancasila secara konsekwen akan merupakan suatu kehidupan idealis yang kita cita-citakan, yaitu kehidupan beragama secara rukun dan bersatu untuk saling mengemban kalimah Tuhan Yang Maha Esa di bumi Nusantara ini. Selain daripada itu akan tercapai pula suatu kehidupan yang dicita-citakan oleh nenek moyang yaitu kehidupan yang adil dan makmur, gemah ripah lohjinawi. Bukankah PANCASILA mengajak kita untuk melaksanakan sila KETUHANAN YANG MAHA ESA secara konsekwen? Sudah barang tentu yang tidak dapat melaksanakan hal ini suatu saat nanti akan tergilas oleh roda-roda PANCASILA sebagai akibat tingkah laku yang menodai kesuciannya.
Segala puja dan puji sepatutnya dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan segala kekuasaanNya dan kebijaksanaanNya serta kasih sayangNya telah menganugerahi bangsa yang cinta damai ini dengan PANCASILA. Semoga apa yang menjadi cita-cita yang luhur itu akan mendapatkan keridlaanNya dan semoga pula bangsa yang cinta damai ini dapat menerimaNya dengan ridla.