Hari ini tanggal 8 Januari 2013, Mahkamah Konstitusi akhirnya memutus permohonan pengujian undang-undang tentang sisdiknas. Permohonan ini diajukan oleh 7 pemohon yang memberikan kuasa kepada Tim Advokasi “Anti Komersialisasi Pendidikan”, yang berdomisili hukum di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW).
Para pemohon memohon supaya pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional diuji konstitusionalitasnya. Ketentuan pasal itu berbunyi “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.”
Untuk menguatkan dalil-dalilnya bahwa RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional) dan SBI (sekolah bertaraf internasional) bertentangan dengan UUD 1945, para pemohon juga mendatangkan sembilan orang ahli dan tiga orang saksi.
Setelah mendengarkan keterangan pemohon, para ahli dan saksi-saksi serta keterangan dari pemerintah dan DPR, akhirnya MK mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Yakni menyatakan pasal tersebut tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Dalam pertimbangan hukumnya MK memandang pendidikan haruslah berakar dari nilai-nilai budaya bangsa dan yang terkandung dalam pancasila. Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pada RSBI dan SBI akan menjauhkan pendidikan nasional dari akar budaya dan jiwa bangsa Indonesia. Yang tidak kalah penting MK berpendapat bahwa adanya pembedaan antara RSBI/SBI dengan non-RSBI/SBI. Padahal perlakuan yang demikian itu bertentangan dengan prinsip konstitusi yang harus memberikan perlakuan yang sama antarsekolah. Selain itu dalam faktanya siswa yang bersekolah di RSBI dan SBI memang harus membayar jauh lebih banyak dibanding sekolah non sbi/rsbi.
Dengan putusan Mahkamah Konstitusi ini maka jelaslah bahwa RSBI dan SBI akan segera dihapuskan dalam sistem pendidikan nasional kita karena bertentangan dengan UUD 1945. Putusan ini dapat didownload di website mahkamah konstitusi.