Malang, LP. Hendro (nama samaran) seorang pejabat sebuah kantor Dinas Provinsi Jawa Timur yang ada di Malang melaporkan pada redaksi bahwa dia telah dikenakan beaya sampai sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) ketika memindahkan anaknya ke SMAN 1 Malang. Dia tidak habis pikir sampai semahal itu harga yang dipatok kepala sekolah kepadanya yang juga sama sama pegawai negeri sipil (PNS).
“Tolong mas redaksi, nama saya dirahasiakan dulu, saya takut nanti anak saya mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya.” pintanya pada LP. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pada pasal 83 ayat (2) dinyatakan bahwa satuan pendidikan dapat menetapkan tata cara dan persyaratan tambahan selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 dan pasal 82 dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Drs Sulthon, M.Pd selaku kepala SMA Negeri 1 Malang ketika didatangi LP menyatakan bahwa apa yang dilaporkan sdr Hendro (nama samaran) tersebut adalah tidak benar. Untuk meyakinkan hal tersebut dipintu dekat kantornya ditulis “TIDAK MELAYANI MUTASI SISWA TAHUN PELAJARAN 2010/2011” diatas kertas putih. “Laporan yang disampaikan kepada redaksi Lawang Post tidak benar, pak. Mungkin itu di SMA Negeri yang lain. Kalau di SMA Negeri 1 Malang ini tidak ada samasekali.” Tuturnya pada redaksi LP dikantornya.
“Kebanyakan siswa yang pindah ke sini adalah anak anak dari alumni dan mereka semua bukan dikenakan beaya mutasi, melainkan sekedar memberikan sumbangan saja.” Lanjutnya. Lebih lanjut pria dengan penampilan sederhana ini menyatakan bahwa dalam menangani siswa pindahan selalu dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada, artinya tidak ada samasekali beaya untuk mutasi siswa. Akan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan orangtua/wali siswa memberikan sumbangan berupa alat alat pembelajaran yang dibutuhkan untuk kepentingan pembelajaran yang akhirnya dikembalikan juga untuk kepentingan siswa-siswa disekolahnya seperti yang telah berjalan selama ini.
Seorang ahli hukum melihat kasus pembebanan beaya kepada orangtua / wali siswa terkait dengan mutasi siswa sebagai suatu yang tidak asing lagi dan sulit untuk membuktikan adanya tindak pidananya. “Kalau tahun tahun yang lalu kelihatannya sulit untuk membuktikan adanya tindak pidana dalam kasus mutasi siswa disekolah ini. Akan tetapi dengan diberlakukannya PP Nomor 48 Tahun 2008 dan PP Nomor 17 Tahun 2010 akan semakin mudah bagi aparat penegak hukum untuk melacaknya.”
“Pokoknya kalau aparat penegak hukum mau bekerja secara optimal sesuai dengan tupoksinya, saya kira semua pelanggaran yang dilakukan pihak sekolah akan dapat dijerat dengan pasal pasal pidana, dan untuk sekolah negeri tentu saja akan dikenai pasal tindak pidana korupsi, lho!” katanya kepada pihak LP.