Seperti diketahui pada 28 Januari 2013 yang lalu, Presiden SBY telah menetapkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013. Penerbitan Inpres ini dinilai sebagian kalangan berpotensi melanggar hak asasi manusia karena kepala daerah seperti Gubernur, Bupati dan Walikota dapat mengerahkan tentara dan polisi untuk meredakan konflik. Hal ini dapat memicu tindakan represif yang makin masif di daerah.
Dalam Inpres ini Gubernur, Bupati dan Walikota memang menjadi Ketua Tim Terpadu Tingkat Daerah yang nantinya:
- menyusun rencana aksi terpadu penanganan gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya dengan berpedomana pada rencana aksi terpadu nasional;
- mengkoordinasikan pelaksanaan peningkatan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya;
- segera memberikan penjelasan kepada publik mengenai terjadinya gangguan keamanan dalam negeri di daerahnya sebagai akibat dari konflik sosial dan terorisme serta perkembangan penanganannya;
- melaporkan pelaksanaannya kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Seperti dikutip dari tribunnews.com, Menko Polhukam, Djoko Suyanto menyatakan lahirnya Inpres ini lebih dilatarbelakangi meningkatnya konflik sosial yang terjadi sepanjang tahun lalu. Khususnya konflik yang cenderung mengarah ke tindak kekerasan. Pun ada kesan yang tumbuh di masyarakat, bahwa penangannnya belum tuntas dan tidak tuntas.
Bercermin pada itu, kata Djoko, ke depan perlu ketanggap-segeraan aparat-aparat yang membidangi keamanan. Terutama Polri dan dibantu yang lain, termasuk TNI dan kepala daerah untuk dapat cepat bertindak dan menyelesaikan tindak kekerasan akibat konflik sosial dan terorisme yang berkembang di masyarakat.