Lawang, LP. Beberapa sekolah negeri di Kecamatan Lawang diduga telah mengadakan pungutan / penarikan kepada orangtua dan / atau wali siswa tanpa didasari aturan hukum yang memadai, bahkan dapat dikatakan menyalahi peraturan perundangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagaimana tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008, Surat Menteri Pendidikan Nasional Nomor 186/MPN/KU/2008, Surat Edaran Gubernur Jawa Timur Nomor 420/6152/032/ 2005, Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan juga Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.
Di Lawang ini para kepala sekolah negeri seakan tidak mengerti peraturan yang sedang digulirkan pemerintah dalam bidang pendidikan, walaupun di media elektronik telah dipublikasikan adanya program sekolah gratis. Mereka kebanyakan mengatakan tidak mengerti tentang adanya aturan hukum yang baru tentang pungutan kepada orangtua / walisiswa yang dibenarkan peraturan perundangan, sehingga ketika menjelang kenaikan kelas dan pendaftaran siswa baru dianggap sebagai masa panen raya bagi sekolah.
Sebagai contoh, ada satu SD Negeri yang mematok harga sebesar Rp.650.000,- (enam ratus limapuluh ribu rupiah) kepada wali murid yang mendaftarkan putra / putrinya, alasannya hal ini sudah disetujui oleh Komite Sekolah. Ada pula madrasah negeri setingkat SMP yang mematok harga sebesar Rp.1.120.000,- (satu juta seratus duapuluh ribu rupiah) disertai uang pendaftaran sebesar Rp.20.000,- (duapuluh ribu rupiah) tanpa diketahui komite sekolah, alasan yang disampaikan kepada pihak Lawang Post karena sekolahnya belum pernah mendapat bantuan dari manapun.
Satu lagi dari SMA Negeri yang telah mematok harga untuk sumbangan insidental, iuran komite rutin, biaya daftar ulang dan lain lain dengan cara mengadakan perubahan pengurus Komite Sekolah tanpa melalui prosedur yang diatur dalam SK Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 dan juga mengadakan perubahan AD & ART Komite Sekolahnya tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan dalam AD & ART yang ada dengan secara diam-diam tanpa dipublikasikan.
Ketiga sekolah tersebut merupakan contoh tentang adanya pelanggaran atas peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dilakukan dengan gamblang oleh sekolah sekolah negeri tersebut. Padahal aturan tentang pendanaan pendidikan telah ditetapkan oleh pemerintah guna menghindarkan masyarakat dari tindakan Kepala Sekolah pada sekolah negeri penerima dana BOS maupun BKM. Saat ini beberapa komponen masyarakat Lawang sedang mendiskusikan tindakan arogan para Kepala Sekolah yang jelas jelas tidak mempunyai landasan hukum dalam mengadakan pungutan dana kepada para orang-tua dan / atau wali murid.
“Kami ini masyarakat kecil yang tidak mengerti tentang undang undang, mas. Jadi kami tidak berani untuk menentang aturan yang dibuat Kepala Sekolah. Kami takut anak kami nanti yang menjadi korban.” Kata salah seorang wali murid yang telah mengeluarkan biaya sebesar Rp.1.120.000,- ketika memasukkan anaknya ke suatu sekolah negeri setingkat SMP dan mewanti-wanti supaya namanya tidak disiarkan, agar anak nya tidak menjadi korban.
Lain lagi dengan seorang lansia yang kesehariannya hanya bersembahyang di masjid, bapak ini mengatakan bahwa ketika meminta sumbangan pembangunan gedung Rp.600.000,- salah seorang guru malah mendalilkan arti ikhlas menurut Al Qur’an dan Hadits. “Namanya sumbangan ikhlas itu kan menurut kemampuan kita dan tidak unsur paksaan to mas? Lha wong ini sudah terpaksa gak boleh nyicil lagi.”
Ada juga seorang Pemerhati Kehidupan Sosial Kemasyarakatan yang pernah menggugat presiden pada tahun 2006, pria setengah baya ini lebih memilih memakai jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan sekolah anaknya. “Sekarang semua kejadian saya laporkan kepada yang berwenang, dalam hal ini yang pelanggaran PP 48 Tahun 2008 yang ke Mendiknas, yang ada unsur pidananya saya laporkan ke Kepolisian, yang melanggar disiplin pegawai negeri sipil saya laporkan ke Bupati. Khusus perubahan SK Komite dan AD & ART Komite akan saya ajukan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Surabaya.” katanya pada Lawang Post.
Ketika ditanyakan apakah tidak takut kalau anaknya nanti diperlakukan secara sewenang-wenang oleh guru-guru sebagai wujud dukungan kepada Kepala sekolah, pria ini dengan tenang menjawab “Kalau itu soal lain, mas! Kalau sampai terjadi seperti itu masalahnya menjadi masalah HAM dan ini merupakan tindak pidana berat lho, mas!”. Memang saat saat seperti ini sangat dibutuhkan keberanian orang orang yang bisa mendobrak penyalahgunaan wewenang di bidang pendidikan, karena semua orang tidak peduli apa pangkat dan kedudukannya merasa “keder” menghadapi “mafia pendidikan” yang bercokol sejak lama di negeri ini.
Sebagai warga masyarakat yang sadar hukum, tentunya hal ini sangat menarik untuk diambil hikmahnya. Apakah mungkin seorang pemerhati dapat menghancurkan suatu kekuatan “mafia pendidikan” walau hanya di tingkat kecamatan? Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang sepulang dari umroh, mengatakan kepada Lawang Post bahwa dia sudah memerintahkan bawahannya untuk mematuhi aturan, sebelum mendapat masalah serius dari masyarakat. Karena masyarakat sekarang sangat kritis dalam menanggapi kebijakan yang di ambil pemerintah.
maju terus pak, sy dukung terus supaya sekolah2 yang nakal itu ditertibkan
Kalau udah terbiasa cari uang lebih, emang sulit mau diubah, ada aja caranya.