Isu kudeta yang diduga akan dilakukan oleh sekelompok masyarakat sipil rupanya menjadi perhatian pemerintah. Presiden SBY bahkan sempat mengeluh dan meminta supaya tidak ada pihak-pihak yang membuat kegaduhan politik yang dikhawatirkan akan mengganggu kinerja pemerintahan beberapa waktu yang lalu.
Adalah Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) yang sebulan lalu tepatnya pada tanggal 20 Pebruari 2013 menyampaikan beberapa tuntutan yang mereka sebut sebagai Panca Tuntutan Rakyat yang ditujukan kepada Presiden SBY agar melakukan upaya-upaya yang antara lain: nasionalisasi Tambang dan Migas; menyelesaikan kasus-kasus korupsi dengan prioritas kasus-kasus besar (Century, BLBI, Hambalang, Wisma Atlet, IT KPU, dll); menghentikan Liberalisasi Import; menurunkan harga; dan menghentikan segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM.
“Kami memberi waktu pada Presiden SBY melaksanakan tuntutan tersebut sebelum tanggal 24 Maret 2013. Jika hingga tanggal itu Presiden SBY tidak melaksanakannya, maka MKRI mengultimatum SBY mundur dari jabatan Presiden atau dimundurkan oleh rakyat”, demikian tertulis di situs web milik Ratna Sarumpaet, Presidium MKRI dan aktivis kemanusiaan di laman ratnasarumpaet.com.
MKRI berpendapat bahwa telah terjadi berbagai permasalahan bangsa yang tidak tertangani dengan baik, bahkan reformasi dianggap telah dikhianati habis-habisan dengan segala peristiwa buruk yang mencederai bangsa ini seperti konflik terbuka TNI-Polres di Palembang; Pembakaran mobil pada saat pelantikan Gubernur Sultra; Wartawati yang dianiaya aparat Negara dan membuatnya keguguran: Penganiayaan Direktur Walhi Palembang dan penganiayaan terhadap mahasiwa Jambi; Konflik Papua yang berlarut-larut; Menegpora yang Korupsi; Konflik Partai Demokrat yang menguak dugaan keluarga SBY dan Partai Demokrat terlibat korupsi Century, manipulasi IT KPU hingga bocornya APBN Rp 250 Trilyun per tahun dan lain-lain.
Berbagai konflik, korupsi, dan problem kesejahteraan rakyat yang semakin menjadi-jadi itulah yang dianggap MKRI seharusnya dapat diselesaikan tetapi malah dilakukan pembiaran.
Oleh karena alasan-alasan di atas, pada tanggal 25 Maret 2013 mendatang akan dilangsungkan aksi damai nasional yang terus-menurus hingga SBY dan Budiono mundur dari jabatannya. Mundurnya pemerintahan ini dianggap sebagai langkah yang tepat karena majelis ini menilai sudah tidak ada lagi kekuasaan negara yang mempunyai legitimasi yang layak untuk dipertahankan.
Agenda MKRI setelah SBY dan Boediono mundur adalah membentuk suatu pemerintahan transisi serta mengawal kerja dan kinerja pemerintahan transisi tersebut. Dapat saja dipahami bahwa MKRI menganggap dirinya mempunyai kewenangan seperti MPR sebelum adanya UUD 1945. Sehingga MKRI memberikan mandat kepada pemerintahan transisinya untuk melaksanakan hukum-hukum dasar dalam konstitusi. Padahal saat ini Indonesia sudah tidak lagi mempunyai lembaga tertinggi yang memegang kedaulatan rakyat. Karena adanya pemisahan kekuasaan yang menganut mekanisme check and balance, bukan pembagian kekuasaan.
Apabila menengok ke belakang, penggulingan pemerintahan Soeharto misalnya dapat terjadi karena aksi massal yang luar biasa pada waktu itu. Berbagai dukungan untuk mereformasi Indonesia terus mengalir view. Bahkan tidak sedikit aktivis yang hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Gerakan reformasi pada waktu itu akhirnya menyebabkan perubahan UUD 1945 yang turut pula mengubah ketatanegaraan Indonesia dan peraturan perundang-undangan hingga sekarang ini.
Lalu dengan berbagai perkembangan di bidang politik dan hukum pasca reformasi, masih mungkinkah penggulingan pemerintahan dapat dilakukan di zaman sekarang ini?