Keraton Gunung Kawi merupakan salah satu objek wisata berbau religi berupa kawasan pertapaan yang berada di bilangan Ngajum, Malang, Jawa Timur . Lokasi wisata ini terletak di perbatasan antara Kabupaten Malang dengan Kabupaten Blitar, tepatnya terletak di Desa Balesari.
Objek wisata Keraton ini berada di ketinggian sekitar 1167 meter di atas permukaan laut, tepat berada di lembah di sebelah tenggara Gunung Kawi. Keraton ini juga berdekatan dengan beberapa objek wisata alam lain, diantaranya Gunung Buthak, Pesarean Gunung Kawi, Lembah Indah Malang, dan Coban Baung. Tidak heran apabila Keraton ini memiliki suasana yang begitu sejuk.
Untuk sampai di lokasi Keraton ini, terdapat banyak rute yang dapat Anda lalui. Salah satunya dari Bandara Abdul Rahman Saleh, Anda bisa naik taksi menuju Terminal Arjosari, setelah itu Anda bisa naik bus tujuan Blitar dan turun di Terminal Talangagung. Dari situ Anda dapat menaiki angkot menuju Ngajum. Baru setelahnya Anda dapat menggunakan ojek untuk mencapai kawasan Keraton.
Selain itu, Anda juga dapat mengakses Keraton ini dari Kecamatan Wagir atau langsung dari Ngajum melalui Jalibar di Kepanjen. Apabila ingin perjalanan Anda melewati pesarean Gunung Kawi, Anda dapat menempuh perjalanan melalui jalur Kecamatan Wonosari. Tidak perlu khawatir akan akses kemudi, karena sebagian besar jalan sudah diaspal.
Objek wisata religi ini dibangun oleh Mpu Sindok dari Kerajaan Mataram Hindu pada sekitar tahun 861 Masehi. Keraton ini sengaja dibangun Mpu Sindok di kawasan sepi yang jauh dari keramaian, hal ini dimaksudkan untuk menjaga konsentrasi setiap orang yang bertapa, agar dapat tetap fokus.
Masyarakat sekitar kawasan Keraton percaya bahwa tempat ini berawal dari sosok penasihat dari Pangeran Diponegoro, yakni Kanjeng Zakaria II atau Eyang Soedjogo yang membuat sebuah padepokan di daerah pinggir selatan Jawa Timur.
Setelah sekian lama menetap, Eyang Soedjogo mengangkat dua orang murid yang bernama Ki Moeridun dan RM Jonet untuk melakukan babat alas atau membuka sebuah kawasan hutan yang berada di sebelah selatan Gunung Kawi. Setelah usai melakukan kegiatan babat sayangnya, akhirnya Eyang Soedjogo pun memutuskan menetap di sekitaran gunung ini hingga akhir hidupnya.
Menurut cerita yang beredar, semasa masih hidup, Eyang Soedjogo pernah menanam sebuah pohon yang dipercaya merupakan perwujudan dari tongkat yang dimilikinya. Pohon tersebut kemudian dinamakan Pohon Dewandaru yang berarti pohon kesabaran. Dipercaya pula bahwa buah, ranting, ataupun daun yang jatuh dari pohon ini bisa menjadi jimat yang mendatangkan rejeki.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Keraton ini memiliki pengunjung yang dapat dikatakan mulai ramai, terutama masyarakat yang merupakan keturunan Tionghoa. Namun dikarenakan terdapat ketidakstabilan kondisi Indonesia pada sekitar tahun 1965 menyebabkan Keraton ini sempat ditutup, kemudian baru dibuka kembali pada tahun 1974.
Saat ini, walaupun pengunjungnya tidak seramai di Pesarean Gunung Kawi, Keraton ini dipercaya memiliki pusat energi spiritual yang dapat menenangkan hati serta menyucikan diri. Selain itu, kawasan yang memiliki suasana spiritual yang begitu kuat ini juga dapat memberikan begitu banyak pengetahuan baru tentang sejarah.( El )