Sangat menarik sekali ungkapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) beberapa waktu yang lalu yang mengemukakan, bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Indonesia, sejak ia menjabat presiden tahun 2004, merupakan upaya yang paling agresif di dunia.
“Hasilnya nyata, iklim takut korupsi makin terbangun. Tapi saya belum puas, Indonesia belum puas. Maka kita harus bekerja lebih gigih lagi, agar iklim bebas korupsi makin terwujud. Saya katakan karena agenda pemberan-tasan korupsi ini akan terus berlanjut,” kata Presiden.
Presiden menyampaikan selama lebih dari delapan tahun bersama-sama elemen bangsa yang lain serius untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk di antaranya dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden tentang Pemberan- tasan Korupsi. “Muncul semangat baru di Indonesia untuk berusaha sekuat tenaga tentang pemberantasan korupsi. Upaya pemberantasan korupsi yang dilaksanakan, semua itu boleh dikatakan sebagai kampanye anti korupsi yang palng agresif,” sebut SBY.
Sejak pencanangan gerakan anti korupsi, kata Presiden SBY, ratusan pejabat negara telah diadili, gubernur, menteri termasuk jajaran anggota legislatif baik pusat maupun daerah. “Tidak ada toleransi untuk praktek korupsi. Pemberantasan korupsi tidak ada pandang bulu, siapa saja yang terbukti akan ditegakkan secara hukum apapun posisinya,” tegas SBY.
Ditambahkannya bahwa dalam menerapkan pemberantasan korupsi, Indonesia tanpa pandang bulu dan tidak tebang pilih. “Saya belajar dari pengalaman Hong Kong, mereka membutuhkan 13 tahun untuk mengubah sistem dan tatanan yang bersih. Tidak boleh kalah oleh dengan perlawanan balik dari mereka (yang menentang pemberantasan korupsi),” katanya.
Kepala Negara memperkirakan Indonesia membutuhkan 5 – 10 tahun lagi untuk menjadi negara yang bebas korupsi. Untuk itu, ia mengajak semua pihak harus bekerja lebih gigih lagi, agar iklim korupsi makin terwujud.
Dalam kesempatan itu, Presiden SBY mengatakan prioritas Indonesia dalam melaksanakan gerakan anti korupsi yakni mencakup empat arena:
1. pengadaan barang dan jasa. “Masih ada kasus mark up, pengadaan yang fiktif. Ini menjadi arena pertama KPK dan jajaran penegak hukum,” jelas SBY.
2. pengeluaran ijin usaha. Utamanya di daerah karena sejak tahun 2001, Indonesia melaksanakan otonomi daerah.
3. penyusunan penggunaan APBN dan APBD. “Masih ada kolusi antara oknum pemerintah dan oknum parlemen yang melakukan penyimpangan,” jelas Kepala Negara.
4. penyimpangan/korupsi di wilalayah perpajakan. Baik mereka yang harus membayar pajak, baik pembayar pajak dalam jumlah yang seharusnya maupun pengurus pajak.
Pengalaman Indonesia, terang Presiden, kasus-kasus korupsi waktu itu terjadi hampir di semua lembaga eksekutif dan itupun di pusat. Memang waktu itu lebih banyak di pusat, lembaga eksekutif. Sejalan dengan demokrasi, maka kasus-kasus korupsi di pusat itu sedikit mereda.“Yang penting, pemberantasan korupsi harus menyentuh semua level pada tatanan birokrasii nasional dan daerah,” jelas SBY.
Menurut Kepala Negara, kunci penting dalam memberantas korupsi adalah:
1. diperlukan semangat, komitmen dan kegigihan di semua level;
2. independensi dan ketegasan lembaga pemberantasan korupsi harus kuat dan didukung semua pihak;
3. integritas penegak hukum harus dijaga kuat;
4. diperlukan kontrol terbuka dari masyarakat;
5. Upaya meningkatkan kesejahteraan pegawai, mencegah dari mereka untuk melakukan korupsi; dan
6. diperlukan kerjasama internasional yang efektif dan tulus.
“Praktiknya kalau ada buron kami yang ada di negara lain, seharusnya tidak ada kendala dalam membawa paling buron itu. Ini penting, kita sudah punya konvensi PBB tentang korupsi. Tapi yang penting masing-masing pemimpin. Kalau Indonesia akan terus gigih memberantas korupsi maka kerjasama internasional dan regional harus serius,” tukas SBY. Sumber : Setkab.go.id).